Sistem Temu-Balik Citra Menggunakan Jarak Histogram Dalam Model Warna YIQ

Komposisi warna merupakan salah satu ciri dari citra yang dapat digunakan sebagai pembeda dalam sistem temu-balik citra. Komposisi warna piksel dalam suatu citra dapat direpresentasikan dalam histogram warna. Tingkat kemiripan warna antar citra dapat ditentukan berdasarkan nilai jarak antar histogramnya. Semakin kecil nilai jarak antar histogram, semakin tinggi tingkat kemiripan suatu citra. Jarak antar histogram pada
citra berwarna dihitung untuk setiap komponen warna. Penelitian ini menggunakan model warna YIQ. Tiap komponen warna YIQ nilainya dikuantisasi menjadi 128, 64 dan 64 level. Komponen warna Y memiliki jumlah level lebih banyak karena memiliki pengaruh lebih dominan pada persepsi mata manusia terhadap warna dibanding komponen yang lain. Jumlah piksel dalam citra berbeda-beda sesuai dengan ukuran citra, sehingga histogram perlu dinormalisasi agar invarian terhadap ukuran citra. Normalisasi dilakukan dengan membagi jumlah piksel tiap level dengan jumlah total piksel citra, sehingga didapatkan jangkauan nilai [0,1] untuk tiap level. Total jarak antar histogram merupakan hasil jumlahan dari jarak tiap levelnya yang dihitung menggunakan rumus jarak Manhattan. Hasil temu-balik diranking berdasarkan nilai jarak antar histogramnya

Baca lebih lanjut

Perancangan sistem pengenalan pola wajah dengan ICA

Sistem pengenalan wajah dibuat dengan tujuan untuk mengimplementasikan metode ICA untuk pengenalan pola wajah ke dalam bentuk perangkat lunak. Sasaran yang ingin dicapai adalah menguji kemampuan metode tersebut untuk mengenali sejumlah pola wajah yang bervariasi. Untuk memenuhi tujuan dan sasaran sistem diatas, maka berikut ini gambaran sistemnya.

Dalam sistem pengenalan wajah ini dilakukan beberapa langkah pemrograman, dari mulai preprocessing, pelatihan dan pengenalan. Secara garis besar langkah-langkah tersebt adalah :

1. Tahap pelatihan :

Convert to greyscale, Resizing, Centering, Whitening, FastICA, Ekstraksi fitur

2. Tahap pengenalan :

Convert to greyscale, Resizing, Ekstraksi fitur, Perhitungan jarak terdekat

Secara garis besar sistem pengenalan wajah ini terdiri dari dua sub sistem, yaitu sub sistem proses pelatihan wajah-wajah yang ada di database dan sub sistem proses uji coba atau pengenalan. Pembagian sistem pengenalan wajah ini menjadi dua sistem didasarkan pada kondisi bahwa proses uji coba hanya bisa dilakukan setelah sub sistem pelatihan dijalankan.

Perangkat Lunak pengenalan wajah menggunakan metode Independent Component Analysis (ICA)

Independent Component Analysis (ICA) merupakan metode pembagian sumber yang didasarkan pada statistika orde banyak. Metode tersebut akan diterapkan untuk pengenalan wajah dengan algoritma FastICA. Penerapan ICA terutama digunakan untuk mencari komponen-komponen independen dari wajah sedemikian sehingga suatu wajah tersebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari komponen-komponen independen yang telah ditemukan. Langkah awal ICA meliputi centering dan whitening. Proses pemutihan digunakan untuk menghilangkan korelasi-korelasi antar data sumber. Setelah data menjadi tidak berkorelasi, langkah selanjutnya adalah proses estimasi komponen-komponen independen. Algoritma FastICA diterapkan untuk proses estimasi komponen independen tersebut. Proses ini akan menghasilkan komponen independen dan feature citra wajah. Feature-feature citra wajah yang telah ditemukan pada tahapan estimasi komponen independen disimpan dalam bentuk matriks. pada tahap identifikasi, citra test yang diinputkan diambil featurenya. Feature ini dihitung jaraknya dengan semua feature yang tersimpan. Citra dengan feature yang mempunyai jarak paling dekat dianggap sebagai citra yang paling mirip dengan citra test.

Ujicoba dan analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa Independent Component Analysis dengan algoritma FastICA baik digunakan untuk pengenalan wajah. hal ini bisa dilihat dari performance yang mencapai 88% untuk mengidentifikasi subyek 15 orang menggunakan data wajah yang diambil dari Yaleface database.

Steganography pada citra digital dengan transformasi wavelet

steganographySteganography merupakan teknik dan seni bagaimana menyembunyikan data digital dibalik data digital lain yang berperan sebagai medium pembawa (carrier) sehingga keberadaannya tidak mengundang kecurigaan dari persepsi pengamatan manusia.Dengan memanfaatkan kekurangan dari mata manusia, maka dipilih citra digital sebagai carrier selama data yang disisipkan tersebut tidak mengubah secara signifikan kualitas informasi citra carrier.

Penerapa teknik steganography pada citra digital dikatakan memiliki kinerja baik jika citra carrier tidak mengalami penurunan kualitas yang signifikan. Oleh karena itu, mulai muncul beberapa metode untuk teknik steganography, seperti metode fractal, blowfish dan DCT. Metode-metode ini memiliki beberapa kelebihan maupun kekurangan, sehingga dalam penelitian ini dilakukan suatu pendekatan yang baru yaitu dengan menggunakan transformasi wavelet untuk menangani beberapa kekurangan yang ada pada metode sebelumnya. Disamping itu, dengan pendekatan ini diharapkan yang disisipkan memiliki ketahanan terhadap kompresi atau gangguan/noise yang diberikan pada citra carrier.

Untuk mencapai tujuan tersebut dalam penelitian ini dibangun sebuah perangkat lunak sebagai tools untuk mengukur kinerja penerapan transformasi wavelet pada teknik steganography yaitu dengan melakukan pengujian terhadap kualitas citra yang sisipkan data (citra stegano) dan ketahanan data (robustness) yang disisipkan terhadap kompresi JPEG dan Gaussian Noise.

Setelah melakukan pengukuran baik secara obyektif  maupun subyektif maka dapat ditarik kesimpulan bahwa metode wavelet menunjukkan kinerja yang baik dalam teknik steganography, karena citra stegano memiliki SNR lebih besar dari 30 dB dan memperoleh nilai MOS yang berkisar antara 3,3 s.d 5 walaupun disisipkan data sebesar kapasitas maksimal yang dapat ditampung oleh citra carrier. Hal ini berarti perbedaan kualitas citra stegano dengan citra sebelum disisipkan tidak begitu besar. Pada pengujian ini, terlihat bahwa kualitas citra stegano tidak sebagus metode DCT, namun dengan metode wavelet kapasitas maksimal yang dapat ditampung oleh citra carrier lebih besar dibandingkan dengan metode DCT. Selain itu, data yang memiliki ketahanan cukup baik terhadap gaussian noise dan kompresi JPEG, namun data yang disisipkan akan rusak jika citra stegano mengalami proses spasial seperti rotasi dan cropping.

Baca lebih lanjut

Face Recognition dengan algoritma KDDA

Idenifikasi wajah dewasa ini telah menjadi salah satu bidang yang banyak diteliti dan juga dikembangkan oleh para pakar di bidang ini, hal ini disebabkan semakin luasnya penggunaan teknik identifikasi wajah dalam aplikasi yang dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya aplikasi keamanan yang menggunakan wajah seseorang untuk identifikasi identitas. Wajah dipilih sebagai ciri pembeda antar manusia karena informasi wajah lebih mudah untuk didapatkan daripada ciri pembeda manusia yang lain, seperti sidik jari ataupun iris mata.

Ekstraksi fitur wajah adalah masalah fundamental dalam identifikasi wajah. Sebagaimana diketahui bahwa distribusi fitur, ciri-ciri pembeda dari citra wajah dengan perbedaan sudut pengambilan, pencahayaan dan ekspresi wajah bersifat nonlinier, sehingga tidaklah mengherankan apabila teknik linier ekstraksi fitur wajah seperti principle component analysis (PCA) atau linier discriminant analysis (LDA) tidak dapat memberikan solusi yang cukup baik dan handal dalam mengatasi permasalahan nonlinier. Salah satu solusi dari kegagalan teknik linier ekstraksi fitur wajah dalam masalah nonlinier adalah gagasan penggunaan fungsi kernel. Beberapa algoritma yang menggunkan fungsi kernel telah terbukti dapat mengatasi permasalahan nonlinier yang dihadapi teknik linier ekstraksi fitur wajah, salah satunya adalah algoritma kernel direct discriminant analysis (KDDA) yang merupakan pemngembangan dari algoritma direct liner discriminant analysis (DLDA) dan generalized discriminant analysis (GDA).

Hasil yang diperoleh dalam proses pengenalan wajah dengan metode KDDA dihasilkan Recognition Rate sebesar 92,86 % untuk pelatihan terurut dengan database UOB dan 97,5 % untuk pelatihan terurut dengan database ORL.